Minggu, 15 Februari 2015

Arsitektur dan Lingkungan, Ekologi Arsitektur, dan Bangunan Hemat Energi

Arsitektur berwawasan lingkungan sering juga disebut dengan “Arsitektur Ekologis” yang menjurus ke pembangunan yang memanfaatkan semua potensi yang berada di alam tanpa merusak atau mengganggu lingkungan sekitar.


Pembangunan harus melihat keadaan dan kondisi lingkungan sekitar dan iklim yang ada. Penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharu, memaksimalkan penggunaan tenaga matahari dan angin, serta pembangunan yang berorientasi kepada arah mata angin untuk menciptakan bukaan dan pencahayaan yang maksimal sehingga tidak terlalu menghabiskan energi seperti penggunaan listrik yang berlebihan.

Arsitektur ekologi itu sendiri mempunyai tiga prinsip yang harus diperhatikan yaitu; 1. Fluktuasi 2. Stratifikasi 3. Interdependence (saling ketergantungan).

Dasar-dasar ekologi arsitektur menjurus kepada penggunaan material hemat energi, penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan, dan peka terhadap keadaan iklim. Sehingga tercipta sebuah desain yang bersifat go green.

Membahas tentang bangunan yang bersifat go green, sekarang ini seluruh dunia semarak mendesain dan membangun bangunan yang menerapkan konsep ini. berawal dari kesadaran akan mulai menipisnya sumber daya alam yang tidak dapat terbaharui maka para arsitek mendesain bangunan-bangunan yang memanfaatkan tenaga dari alam seperti matahari dan angin.


Bangunan hemat energy, Green construction atau konstruksi hijau adalah sebuah gerakan berkelanjutan yang mencita-citakan terciptanya konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi  yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian  energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah.

Gerakan konstruksi hijau ini juga identik dengan sustainbilitas yang mengedepankan keseimbangan antara keuntungan jangka pendek terhadap resiko jangka panjang, dengan bentuk usaha  saat ini yang tidak merusak kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masa depan.  Perencanaan konstruksi hijau ini menghasilkan  desain  sistem bangunan yang effisien dalam menggunakan  energi, menggunakan material yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dan digunakan kembali serta mendukung konsep efisiensi energi.

Pemilihan material  yang dapat diperbaharui,  di daur ulang dan digunakan kembali  diharapkan dapat meninggalkan jejak yang sesedikit mungkin pada lingkungan. Semua konsep keberpihakan terhadap lingkungan tersebut juga mempertimbangkan efektivitas biaya dan kemudahan pemeliharaan, sehingga memberikan keuntungan bagi para stake holder proses konstruksi tersebut. Aplikasi dari konstruksi hijau pada tahap perencanaan terlihat pada beberapa desain konstruksi yang memperoleh award   sebagai desain bangunan yang hemat energi, dimana sistem bangunan yang didesain dapat mengurangi pemakaian listrik untuk pencahayaan dan tata udara.

Selain itu berbagai terobosan baru dalam dunia konstruksi juga memperkenalkan berbagai material struktur yang saat ini menggunakan limbah sebagai salah satu komponennya, seperti pemakaian fly ash, silica fume pada beton siap pakai dan beton pra cetak. Selain itu terobosan sistem pelaksanaan konstruksi juga memperkenalkan material yang mengurangi ketergantungan dunia konstruksi pada pemakaian  material kayu sebagai perancah.

Di Indonesia sendiri memiliki standar-standar yang harus ada dalam bangunan hemat energi, yaitu:

SNI 6389:2011, Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung.
SNI 6390:2011, Konservasi energi tata udara bangunan gedung.
SNI 6197:2011, Konservasi energi pada sistem pencahayaan.
SNI 6196:2011, Prosedur audit energi pada bangunan gedung. 

GEDUNG HEMAT ENERGI DI DUNIA
PEARL RIVER TOWER
Pearl River Tower yang berdiri kokoh di Guangzhou, China, disebut sebagai salah satu arsitektur paling hemat energi di dunia. Dirancang oleh sebuah perusahaan yang berbasis di Chicago, Skidmore, Owings & Merrill (SOM), tujuan awal dari desain Pearl River Tower adalah untuk membangun sebuah gedung hemat energi.

Bangunan megah itu mengonsumsi energi 60% lebih sedikit dari bangunan dengan ukuran serupa. Pearl River Tower memanfaatkan angin untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang mengarahkan angin ke empat bukaan di lantai mekanik bangunan tersebut.

Selain mengemudikan turbin, angin yang ditarik juga diarahkan seluruh sistem ventilasi menara.

Sumber Referensi :



Arsitektur dalam Penanggulangan Banjir dan Sistem Penyimpanan Air

Zaman dahulu banyak orang menerapkan prinsip “Drainase Konvensional”, yaitu system saluran air yang direncanakan untuk membuang dan mengalirkan kelebihan air langsung ke sungai dan saluran- saluran air. Akibatnya, banyak sungai yang meluap karena debit yang mengalir melebihi batas dan mengakibakan banjir dimana- mana.

Akhirnya konsep ini pun mulai ditinggalkan, dan sekarang ini telah banyak yang menerapkan prinsip “Drainase berwawasan Lingkungan”, yaitu usaha untuk tidak hanya mengalirkan air saja, tapi juga meresapkannya ke dalam tanam (water harvesting) sehingga kekeringan pun dapat diminimalisir karena muka air tanah akan bertambah.


Berikut ini beberapa prinsip drainase berwawasan lingkungan untuk menanggulangi banjir dan sebagai system penyimpan air : 

1.    Membuat lubang biopori :



Ditemukan : Ir. Kamir R. Brata, MSc. Dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, IPB. Ini merupakan rekayasa teknologi sederhana untuk meresapkan air. Kelebihannya : sederhana, murah dan mudah, efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Dan sampai saat ini di Bogor telah ada lebih dari 22000 lubang biopori sebagai solusi untuk mengatasi banjir. Dan uniknya3000 mahasiswa ITB berpatispasidalampembuatan biopori tersebut.

2.    Sumur resapan :


Merupakan salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.

Sumur resapan dinilai 4x lebih efektif dalam meresapkan air hujan daripada pohon. Karena pohon akan menguapkan kurang lebih 80% air yang diserap, sedangkan sumur resapan justru dapat meresapkan air kurang lebih 80% . Desain sumur resapan ini dapat menggunakan buis beton, dengan kedalaman 3- 4m dengan diameter 1m. Dilengkapi dengan ijuk dan pasangan batu kali pada setiap ruas sambungan buis beton sebagai filter air yang meresap.

3.    Mengganti Paving Block dengan Grass Block :


Jalan yang telah tertutup dengan paving block akan membuat air tidak dapat meresap langsung ke tanah, akibatnya air akan menggenang, dan memicu terjadinya banjir. Oleh sebab itu, penggantian paving dengan grass block dapat membantu meresapkan air hujan ke tanah lebih cepat, karena permukaannya yang berlubang. Sehingga genangan air dapat diminimalkan, air dapat diresapkan dan disimpan ke dalam tanah, serta dapat mencegah potensi terjadinya banjir.

4.    Modifikasi Lansekap :


Modifikasi lansekap untuk memanen air hujan sedang banyak dikerjakan di beberapa negara maju, seperti di Kanada, Jerman dan Jepang. Salah satu caranya adalah mengganti jaringan drainase suatu kawasan dengan cekungan- cekungan di berbagai tempat (modifikasi lansekap), sehingga air hujan akan tertampung di lokasi cekungan tersebut. Cara modifikasi lansekap  ini ternyata dapat menekan biaya konstruksi jaringan drainase suatu kawasan lebih dari 50 persen.

Di Indonesia, metode ini secara tradisional sebenarnya sudah berkembang. Masyarakat “memodifikasi lansekap” mereka dengan membuat parit- parit kecil, cekungan-cekungan dangkal di pekarangan, sengkedan/ terasering, dll

5.    Retarding Basin (Kolam retensi) :


Implementasi metode retarding basin adalah penyelesaian banjir di wilayah hilir Sungai Rhine di Eropa. Untuk mengurangi banjir yang menerjang kota- kota di wilayah Jerman dan Belanda bagian hilir, dimulailah (integriertes Rheisprogram) dengan membuat retarding basin- retarding basin di sepanjang Sungai Rhine di bagian tengah dan hulu, mulai dari kota Karslruhe (di perbatasan Perancis dan Jerman) sampai ke kota Bassel di perbatasan Jerman, Swiss, dan Austria.

Filosofi metode ini adalah mencegat air yang mengalir dari hulu dengan membuat kolam-kolam retensi (retarding basin) sebelum masuk ke hilir. Retarding basin dibuat di bagian tengah dan hulu kanan-kiri alur sungai-sungai yang masuk kawasan yang akan diselamatkan. Retarding basin harus didesain ramah lingkungan, artinya bangunannya cukup dibuat dengan mengeruk dan melebarkan bantaran sungai, memanfaatkan sungai mati atau sungai purba yang ada, memanfaatkan cekungan-cekungan, situ, dan rawa-rawa yang masih ada di sepanjang sungai, dan dengan pengerukan areal di tepi sungai untuk dijadikan kolam retarding basin.

Disarankan, dinding retarding basin tidak diperkuat pasangan batu atau beton karena selain harganya amat mahal, juga tidak ramah lingkungan dan kontraproduktif dengan ekohidraulik bantaran sungai. Desain retarding basin cukup diperkuat dengan aneka tanaman sehingga secara berkelanjutan akan meningkatkan kualitas ekologi dan konservasi air. Untuk penanganan banjir di Jakarta, retarding basin dapat dibuat di bagian tengah dan hulu dari 13 sungai yang mengalir ke jantung kota Jakarta, seperti Sungai Ciliwung, Cisadane, Mookervart, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Cipinang, Sunter, dan Cakung.



Sumber Referensi :






Sisi Fungsional dan Spiritual Arsitektur Jawa pada Rumah Joglo



Setiap kali kita memasuki rumah Joglo sebagai rumah adat Jawa, kita bukan sekedar memasuki sebuah gedung melainkan sebuah alam pikiran atau pandangan hidup (world view) tertentu. Bagi orang Jawa, rumah bukan hanya tempat tinggal secara fisik (house) melainkan tempat di mana jiwa menemukan tempat berdiam (home). Dengan kata lain, bagi orang Jawa, rumah berfungsi baik fisikal maupun spititual. Sebuah fungsi yang kian terkikis dalam arsitektur modern yang lebih memandang rumah dari fungsi fungsi fisiknya daripada spiritual.


Rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru, yaitu empat tiang utama penyangga struktur bangunan, serta tumpang sari berupa susunan balok yang disangga oleh soko guru teresebut. Empat tiang utama ‘saka guru’ itu berada di pusat rumah, sebagai center of universe dari kosmologi orang Jawa. Pada pusat tersebut, bangunan rumah kemudian melebar dengan menambah tiang-tiang lain di sekitarnya, baik di kanan, kiri, depan maupun belakang, hingga membentuk sebuah rumah.

Cara orang Jawa membangun rumah, dengan soko guru sebagai pusat rumah dan tiang-tiang lain mengikuti di sekelilingnya, mirip dengan cara pandang masayarakat Jawa dalam melihat masyarakat. Sultan ditempatkan berada di pusat dunia, yang mengendalikan tatanan (Hamengkubuono) atau yang “menggenggam bumi” (Pakubumi) atau “mengendalikan alam” (Paku Alam). Di pusatnya, pandangan kemudian bergerak melebar dengan disangga daerah-daerah lain di sekitarnya, mulai kabupaten sampai desa. Maka, tatanan rumah, politik, sosial dan spiritual Jawa mempunyai kemiripan atau paralelitas satu sama lain. Inilah yang disebut dengan desain mandala dalam kajian kosmologi tradisional dan arkais.

Konstruks tumpang sari pada soko guru Rumah Joglo


Rumah Joglo dibagi ke dalam tiga bagian/ruang. Pendapa merupakan ruangan pertemuan di mana tuan rumah menemui para tamu. Pendopo tidak mempunyai dinding atau terbuka, yang artinya orang Jawa ingin bersikap ramah kepada orang lain. Umumnya, pendopo hanya diberi tikar, tanpa meja dan kursi. Tujuannya agar tidak ada batas yang tegas antara tuan rumah dan para tamunya karena bisa berbincang dengan rukun dan akrab.

Kemudian ruang Pringgitan. Terletak di tengah atau ruang yang dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit. Secara konseptual, makna pringgitan di mana sosok guru berdiri, adalah ruang yang melambangkan pemilik rumah sebagai simbol atau bayang-bayang  dari Dewi Sri (dewi padi) yang memberi kehidupan kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan (Hidayatun, 1999:39). Menurut Rahmanu Widayat (2004: 5), pringgitan adalah ruang antara pendhapa dan dalem (omah jero) sebagai tempat untuk pertunjukan wayang (ringgit), pertunjukan wayang yang berhubungan dengan titual ruwatan untuk anak sukerta (anak yang menjadi mangsa Bathara Kala, dewa raksasa yang maha hebat).

Konstruksi Rumah Joglo


Bagian terakhir adalah omah jero, yaitu ruang belakang atau dalem sebagai ruang keluarga. Ruang ini memiliki beberapa bagian, yaitu ruang keluarga dan beberapa kamar atau yang disebut senthong. Dulu, kamar atau senthong hanya dibuat tiga kamar saja, yaitu kamar pertama untuk tidur atau istirahat laki-laki, kedua kamar kosong namun tetap diisi tempat tidur atau amben lengkap dengan perlengkapan tidur untuk tamu dan kebutuahn lain, dan yang ketiga diperuntukkan tempat tidur atau istirahat bagi kaum perempuan.

Di ruang ndhalem disimpan harta pusaka spiritual serta padi hasil panen pertama. Juga ada kamar senthong krobongan yang berisi ranjang, kasur, bantal, dan guling, sebagai kamar malam pertama (buka klambu) bagi para pengantin baru. Hal tersebut dikarenakan, bagi orang Jawa, hilangnya keperawanan dan keperjakan merupakan peristiwa kosmis yang suci, merujuk pada penyatuan Dewa Kamajaya dengan Dewi Kama Ratih, yaitu dewa-dewi cinta perkawinan (Mangunwijaya, 1992: 108).

Dalam rumah Jawa dari kelas bangsawan Yogyakarta, senthong krobongan diisi dengan bermacam-macam benda-benda keramat untuk memediasi pemiliknya dengan dunia suci (sakral). Macam-macam benda tersebut berbeda dengan benda-benda milik petani. Artinya,  kepemilikan benda tersebut menjadi penanda adanya perbedaan status. Namun begitu, keduanya sama-sama berkaitan dengan kesuburan, kebahagiaan rumah tangga (Wibowo dkk., 1987 : 63).

Melihat gambaran di atas, kita melihat adanya prinsip hirarki dalam tata ruang rumah Jawa. Setiap ruang memilii fungsi, makna dan nilai sendiri.  Jejeran ruang mulai pendopo sampai bagian belakang (pawon dan pekiwan) unsur spiritualnya lebih kuat daripada fungsionalnya. Memasuki rumah Jawa, mulai dari teras hingga ke bagian ndhalem ini, kita seperti sedang menuju pusat sebuah dunia dari arah pinggirannya, tak ubahnya menangkap inti cahaya suci dari pijar pancarannya di tepian. Membangun dan menempati rumah, dengan demikian, bagi orang Jawa merupakan sebuah ritual alias ibadah, yang dilakukan dengan kecakapan teknis sekaligus estetis.


Sumber Referensi :



Karya Arsitektur Dalam Negeri (Gereja Protestan Semarang)



Di pusat kota lama Semarang, terdapat sebuah gereja Protestan dibangun lama sebelum kedua gereja tersebut di atas yaitu tahun (1778 – 1814). Direncanakan oleh dua arsitek Belanda, W. Westmaans i.s.m dan H.P.A de Welde. Sepintas lalu kelihatan mirip dengan gereja Immanuel  Jakarta, tetapi apabila kita amati lebih jauh maka keduanya berbeda cukup banyak.

Yang pertama mengenai lokasinya, Gereja Protestan tidak terletak pada halaman luas seperti Gereja Immanuel tetapi pada pusat kota lama yang padat tanpa halaman. Lantai dasar Gereja Protestan Semarang hanya tiga trap tidak lebih dari 60 cm dari tanah. Sedangkan Gereja Immanuel pada landasan cukup tinggi yang menambah kesan monumentalnya. Unit utamanya tidak berbentuk rotunda, tetapi segi delapan, suatu bentuk yang jarang digunakan untuk gereja. Gereja Protestan juga mempunyai pintu masuk dari keemapt arah mata angin dalam hal ini setiap pintu masuk mempunyai  porch atau konstruksi menempel bangunan utama untuk peralihan luar-dalam. Yang di selatan sebagai pintu masuk utama, terbesar berupa portico. Sedangka yang di Semarang lebih banyak mendapat pengaruh Renaissance, Itali juga Romawi.

Kedua Gereja mempunyai kubah tetapi Gereja Protestan Semarang jauh lebih cembung. Selain adanya kubah, persamaan antara keduanya juga ada yaitu bentuk melingkar dari  nave atau ruang umat di bawah kubah, penempatan organ dan koor dan kolom-kolom Dorik dan Romawi Corinthian. Nave hexagonal tersebut dikelilingi oleh nave arcade juga segi delapan. Kubah di atas dan mengatapi nave sangat besar mendominasi bagian atas, bergaya Byzantine.

Dalam Gereja Protestan Semarang arsieknya menerapkan konsep koreksi perspektif dalam kecekungan plafon tidak sama dengan bentuk kubahnya. Dengan demikian Karena letak kubah dari luar diketinggian hanya dilihat dari jauh, akan memberikan kesan seoah-olah sama dengan kecekungan plafon yang jarak pandangnya lebih dekat. Keempat pintu masuk di utara, selatan, barat dan timur mempunyai kolom-kolom dan dekorasi Corinthian,menyangga pediment Yunani. Aspek klasik lainnya digabung secara eklektik pada Gereja Protestan yang karena kubahnya sangat besar sehingga disebut Gereja Blenduk ini, dapat terlihat pada menara lonceng kembar, mengapit  portico pintu masuk utama. Kedua menara kembar tersebut juga beratap kubah tetapi jauh lebih kecil dari kubah utama.


Sumber Referensi :


Karya Arsitektur Luar Negeri (London Bridge Tower)



Bagian puncak menara  dari tower seperti tiang kapal yang tinggi , mengikuti konsep dimana arsitektur  harus menggunakan memory  menjadi bagian dari bangunan. Itu sebabnya Renzo mengadopsi bentukan kapal Layar Thames yang legendaris(yang mengarungi  lautan dekat London Bridge). Untuk puncak menara dari tower juga mengambil bentukan puncak menara sebuah gereja. Disini  terlihat adanya kecocokan antara objek dan tema, seperti yang dinyatakan oleh Culquhuon dalam “Three Kinds of Historicism” yaitu terbentuknya bentukan baru yang yang berkelanjutan dibawah gerak  sosial , perkembangan teknologi dan representasi simbol.

Obyek postmodern memperhatikan tradisi masa lalu. Hal ini seperti yang dihadirkan oleh Renzo mengadopsi bentukan kapal layar Thames yang memiliki nilai kesejarahan tersendiri ,begitu pula dengan puncak gereja. Bila hal ini ditilik dari pengadopsian bentukan terasa klop dengan teori milik Robert Venturi yang menekankan adanya pencomotan elemen original. Bangunan Renzo ini kiranya kemungkinan dapat mempresentasikan teori milik Venturi dan dapat dikategorikan kedalm kelompok tema sejarah dan kesejarahan
Sikap postmodern dalam hubungannya dengan pembaruan

Salah satu hal yang paling membuat bingung adalah istilah yang sering kali dipakai untuk mendeskripsikan  kondisi modern .Beberapa usaha yang dilakukan berkaitan dengan pendeskripsian kondisi modern menghindari perbedaan persepsi dibedakan menjadi anti modern dan promodern


Teori  yang melandasi anti modern

Mencari perubahan radikal dengan melakukan pembaruan , menawarkan alternatif  baik orientasi kedepan ataupun mundur kebelakang (kebangkitan tradisional).Posisi postmodern melindungi sejarah dan dalam arsitekturnya  nilai-nilai estetis klasik seperti tiruan dan ornamen kembali diperjuangkan.

Teori anti modern ini lebih condong memunculkan  aliran baru yang memusuhi modern ingin memunculkan kembali ornamen masa lampau yang dihindari oleh modern. Teori yang melandasi Promodern, merupakan kebalikan dari postmodern  yang ingin lebih meluaskan modern dan melengkapi budaya tradisi modern  dan kemudian mentransformasikannya. Modernisme sebagai program kritik diri yang menjanjikan memelihara kualitas tinggi dari seni masa lalu pada masa sekarang ini  dan juga untuk memastikan kelanjutan dari estetis sebagai suatu nilai.

Terjadinya kekecewaan terhadap modern  yang diakibatkan beberapa hal yaitu kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sosial ,kurang identifikasi sosial, kurangnya ketaatan dan kurangnya kecintaan terhadap diri sendiri

Teori dari makna

 “ Saya memandang makna sebagai suatu ide yang fundamental dalam arsitektur dan ide dari segala bentuk di lingkungan atau tanda dalam bahasa , yang membantu menjelaskan mengapa bentuk bisa mendadak menyeruak hidup dan terkadang terkesan hancur berkeping. Selama ada dalam masyarakat maka setiap kegunaan akan diubah dengan sendirinya menjadi sebuah tanda contoh sederhana seperti sebuah jas hujan yang melindungi kita dari hujan, tidak dapat dilepaskan dari tanda yang mengindikasikan situasi di atmosfer, jas hujan identik dengan tanda akan turun hujan.jas hujan akan dipisahkan dari maknanya jika guna sosialnya menurun atau masyarakat  secara expisit menyangkal maknanya lebih lanjut”

Teori ini dikemukakan oleh  Charles Jencks yang merupakan penjelasan mengenai pentingnya makna dari sebuah bangunan akan dapat memberikan jiwa, menghidupkan  existensi dari bangunan itu sendiri.Teori ini berkaitan dengan  tema makna yang memandang tujuan dari arsitektur bukan hanya menciptakan tempat hunian untuk bernaung namun jug sebuah karya yang sarat makna bahkan didasari konsep yang mampu menceritakan asal-usul terjadinya bentukan.



Sumber Referensi :


Arsitektur Museum Tsunami Aceh



Museum Tsunami Aceh, di Banda Aceh, Indonesia, adalah sebuah museum yang dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat andai tsunami terjadi lagi.

Museum Tsunami Aceh dirancang oleh arsitek asal Indonesia, Ridwan Kamil. Museum ini merupakan sebuah struktur empat lantai dengan luas 2.500 m² yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris. Di dalamnya, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi — untuk menciptakan kembali suasana dan kepanikan saat tsunami. Dinding museum dihiasi gambar orang-orang menari Saman, sebuah makna simbolis terhadap kekuatan, disiplin, dan kepercayaan religius suku Aceh. Dari atas, atapnya membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan tsunami.


Bangunan ini memperingati para korban, yang namanya dicantumkan di dinding salah satu ruang terdalam museum, dan warga masyarakat yang selamat dari bencana ini. Selain perannya sebagai tugu peringatan bagi korban tewas, museum ini juga berguna sebagai tempat perlindungan dari bencana semacam ini di masa depan, termasuk "bukit pengungsian" bagi pengunjung jika tsunami terjadi lagi.



Sumber Referensi :

Arsitektur Masjid Kubah Emas



Masjid Dian Al-Mahri Depok. Mesjid Kubah Emas yang terletak di Kota Depok memiliki nama asli Masjid Dian Al-Mahri. Masjid ini di bangun sejak tahun 2001 dan selesai pada akhir tahun 2006.

Masjid Dian Al Mahri dibuka untuk umum pada tanggal 31 Desember 2006, bertepatan dengan Idul Adha 1427 H yang kedua kalinya pada tahun itu. Pembangunannya sudah berlangsung sejak tahun 1999, namun baru dibuka untuk umum pada tanggal 31 Desember 2006. Setelah shalat Idul Adha, pemilik masjid langsung meresmikan masjid ini. Ada sekitar 5 ribu jemaah yang mengikuti prosesi peresmian masjid ini.


Dalam catatan sejarah, Masjid Kubah Emas Depok atau Masjid Dian Al-Mahri di bangun oleh seorang pengusaha asal Banten yaitu Hj. Dian Djuriah Maimun Al Rasyid. Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Dian Al-Mahri juga kerap dijadikan sebagai salah satu wisata keluarga atau wisata religi masjid kubah emas, karena bentuk kubah-kubahnya yang dibuat dari emas, membuat orang-orang tertarik untuk mengunjunginya.

Bangunan masjid memiliki luas area sebesar 60 x 120 meter atau sekitar 8.000 meter persegi. terdiri dari bangunan utama, mezamin, halaman dalam, selasar atas, selasar luar, ruang sepatu, dan ruang wudhu. Masjid mampu menampung 15 ribu jemaah shalat dan 20 ribu jemaah taklim. Masjid ini merupakan salah satu di antara masjid-masjid termegah di Asia Tenggara.

Masjid Dian Al Mahri memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan 4 kubah kecil. Seluruh kubah dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter dan mozaik kristal. Kubah utama bentuknya menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara 4 kubah kecil lainnya memiliki diameter bawah 6 meter, tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter.

Relief hiasan di atas tempat imam terbuat dari emas 18 karat. Begitu juga pagar di lantai dua dan hiasan kaligrafi di langit-langit masjid. Sedangkan mahkota pilar masjid yang berjumlah 168 buah berlapis bahan prado atau sisa emas.

Ruang utama masjid memiliki ukuran 45×57 meter, dapat menampung sebanyak 8.000 jamaah. Masjid ini memiliki 6 minaret berbentuk segi enam yang tingginya masing-masing 40 meter. 6 minaret ini dibalut granit abu-abu dari itali dengan ornamen yang melingkar. Pada puncak minaret terdapat kubah berlapis mozaik emas 24 karat.

Kubah masjid ini mengacu kubah yang digunakan masjid-masjid Persia dan India. Lima kubah melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibalut mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya diimpor dari Italia.

Pada langit-langit kubah terdapat lukisan langit yang warnanya dapat berubah sesuai dengan warna langit pada waktu-waktu sholat dengan menggunakan teknologi tata cahaya yang diprogram dengan komputer.

Interior masjid ini menampilkan pilar-pilar kokoh yang tinggi menjulang untuk menciptakan skala ruang yang agung. Ruang masjid didominasi warna monokrom dengan unsur utama warna krem, untuk memberi karakter ruang yang tenang dan hangat. Materialnya terbuat dari bahan marmer yang diimpor dari Turki dan Italia. Di tengah ruang, tergantung lampu yang terbuat dari kuningan berlapis emas seberat 2,7 ton, yang dikerjakan oleh ahli dari Italia.



Sumber Referensi :

Arsitektur Gedung Sate


Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat.

Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.


Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.



Sumber Referensi :

Arsitektur Bangunan Bentang Lebar



Bangunan bentang lebar merupakan bangunan yang memungkinkan penggunaan ruang bebas kolom yang selebar dan sepanjang mungkin. Bangunan bentang lebar secara umum terdiri dari 2 yaitu bentang lebar sederhana dan bentang lebar kompleks. Bentang lebar sederhana berarti bahwa konstruksi bentang lebar yang ada dipergunakan langsung pada bangunan berdasarkan teori dasar dan tidak dilakukan modifikasi pada bentuk yang ada. Sedangkan bentang lebar kompleks merupakan bentuk struktur bentang lebar yang melakukan modifikasi dari bentuk dasar, bahkan kadang dilakukan penggabungan terhadap beberapa sistem struktur bentang lebar.


Guna dan fungsi bangunan bentang lebar dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang bebas kolom yang cukup besar, seperti untuk kegiatan olah raga berupa gedung stadion, pertunjukan berupa gedung pertunjukan, audiotorium dan kegiatan pameran atau gedung exhibition. Struktur bentang lebar, memiliki tingkat kerumitan yang berbeda satu dengan lainnya. Kerumitan yang timbul dipengaruhi oleh gaya yang terjadi pada struktur tersebut.

Dalam Schodek 1998, struktur bentang lebar dibagi ke dalam beberapa sistem struktur yaitu :
-      -  Struktur Rangka Batang dan Rangka Ruang.
-     -   Struktur Furnicular, yaitu kabel dan pelengkung
-     -   Struktur Plan dan Grid
-     -  Struktur Membran meliputi Pneumatik dan struktur tent (tenda) dan net (jarring)
-     -  Struktur Cangkang
-        
Sedangkan Sutrisno 1989, membagi ke dalam 2 bagian yaitu :

* Struktur ruang, yang terdiri atas :
-          Konstruksi bangunan petak (Struktur rangka batang)
-          Struktur rangka ruang

*Struktur permukaan bidang, terdiri atas :
-          Struktur Lipatan
-          Struktur Cangkang
-          Membran dan Struktur Membran
-          Struktur Pneumatik


Sumber Referensi :

Arsitektur Jembatan – Jembatan Spektakuler di Dunia

Jembatan merupakan suatu sarana yang dibangun dengan tujuan untuk mengubungkan satu tempat dengan tempat lainnya yang dipisahkan oleh sungai, jalan raya, dsb. Beberapa kota di dunia membangun jembatan dengan desain unik untuk menarik minat masyarakat menggunakan jembatan sekaligus elemen pemanis arsitektur kota.

1. Henderson Waves Bridge, Singapura



Jembatan ini bisa jadi contoh tentang pemikiran out of the box yang diterapkan di bidang arsitektur. Ide tentang pembuatan desain unik pada jembatan dapat dengan mudah dikembangkan para perancang karena Henderson Waves Bridge adalah jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki, sehingga para perancang tak perlu memikirkan tentang kekuatan struktur jembatan. Sebagai gantinya mereka mengutamakan kenyamanan pengunjung dengan membangun sebuah jembatan penyeberangan yang memungkinkan penggunanya untuk menikmati suasana dan kemilau lampu-lampu kota Singapura di malam hari. Jembatan setinggi 188 kaki dari permukaan tanah ini dibangun dengan menggunkan kayu balau yang tahan di segala jenis cuaca.

2. Royal Gorge Bridge, Colorado


Jangan coba-coba melihat ke bawah saat melintasi jembatan ini.  Itu pun seandainya kamu cukup berani melangkahkan kaki di atas jembatan berketinggian 1200 kaki dari permukaan tanah. Jembatan Royal Gorge menyajikan pemandangan menakjubkan yang dapat kamu nikmati dari berbagai sisi.

Jembatan Royal Gorge yang dibangun pada tahun 1929 pernah menerima penghargaan sebagai jembatan tertinggi di dunia tahun 2001, dan termasuk sebagai salah satu jembatan paling mengerikan dari TripAdvisor. Meski kemudian posisinya digeser oleh jembatan tertinggi lainnya, Royal Gorge tetap menjadi lokasi wisata yang memikat ratusan wisatawan. Kamu juga bisa mengendarai mobil saat menyeberangi jembatan yang menghubungkan dua buah jurang, dan merasakan sensasi seolah sedang meniti sebuah kabel di ketinggian.

3. Millau Viaduct: Millau-Creissels, Prancis


Jembatan menakjubkan berikutnya adalah jembatan Millau Viaduct yang terletak di Prancis Selatan. Jembatan dengan titik tertinggi 1125 kaki dari permukaan tanah dirancang oleh arsitek Norman Fraser dan insinyur bangunan Michael Virlogeux, yang memerlukan waktu sekitar 17 tahun untuk mendesain dan melaksanakan pembangunan jembatan ini.  Kamu dapat menikmati gabungan antara keindahan estetik jembatan dengan pemandangan ladang dan sungai yang mengalir di tengah-tengahnya. Kalau kamu berkendara di atas jembatan Millau Viaduct di musim gugur, kamu akan merasakan sensasi seolah sedang melayang di angkasa karena ladang dan sungai tertutup kabut tebal.

4. Jembatan Bosphorus: Istanbul, Turki


Jembatan Bosphorus mulai dibangun pada tahun 1973, dan merupakan jembatan terpanjang di dunia yang terletak di luar Amerika Serikat. Jembatan yang menghubungkan antara benua Eropa dan Asia ini akan membuat kamu terpukau jika kamu melintasinya di malam hari. Lampu neon yang terdapat di sisi kanan kiri jembatan dinyalakan dengan warna berbeda setiap malam. Salah satu event tahunan yang diadakan setiap tahun di jembatan ini adalah International Istanbul Eurasia Marathon yang dimulai di sisi benua Asia dan berakhir di sisi benua Eropa. Jembatan Bosphorus dikenal karena struktur aerodinamis dan merupakan jembatan yang didirikan di atas dua pilon baja besar.

5. Jembatan Chengyang: Liuzhou, Cina


Saat pertama melihatnya memang tak seperti jembatan pada umumnya, namun lebih mirip dengan deretan rumah dan pintu dengan jarak berdekatan. Jembatan yang terdiri dari kayu, batu dan tegel didirikan pada tahun 1916 untuk menghubungkan dua desa kecil di wilayah tersebut.

Keunikan struktur bangunan juga tampak pada penggunaan tiga jenis lantai dengan motif yang berbeda. Mereka yang melintasi jembatan ini juga dapat menikmati pemandangan cantik dari Sungai Linxi yang mengalir membelah hamparan pepohonan teh. Jembatan ini dibangun dan didesain oleh para ahli bangunan yang berasal dari Dong, sekaligus menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Cina berkat kepiawaian mereka dalam arsitektur.


Sumber Referensi :

Konsep Bangunan Hijau (Green Building)



Green Building mungkin ketika kita mengartikan dalam bahasa indonesia yang berupa bangunan hijau. Arti yang sebenarnya green building tersebut yaitu sebuah konsep tentang merencanakan suatu bangunan yang ramah terhadap lingkungan.

Konsep serupa adalah natural building, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung untuk berfokus pada penggunaan material-material yang digunakan yaitu material-material yang tersedia secara lokal. Konsep ini ada untuk dapat memenuhi kebutuhan generasi-generasi berikutnya mulai dari sekarang.


Konsep green building ini berupa pemaksimalan fungsi bangunan dalam beberapa aspek, yaitu:

Life cycle assessment (Uji AMDAL)


Dalam melakukan suatu perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian AMDAL apakah dalam pengadaan bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial, ekonomi ataupun alam sekitar. Karena jika itu memberikan pengaruh yang cukup besar maka bangunan tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.


Efisiensi Desain Struktur

Dasar dalam setiap proyek konstruksi bermula pada tahap konsep dan desain. dalam Tahap konsep, pada  kenyataannya ini merupakan salah satu langkah utama dalam proyek yang memiliki dampak terbesar pada biaya dan kinerja proyek. Tujuan utama adalah merencanakan bangungan yang memiliki konsep green building adalah untuk meminimalkan dampak yang akan disebabkan dalam bangunan tersebut baik itu selama pelaksanaan dan selama penggunaan. Perencanaan bangunan gedung yang tidak efisien dalam struktur juga memberikan efek buruk terhadap lingkungan, yaitu pemakaian bahan bangunan yang sangat banyak sehingga terjadi pemborosan. 

Efisiensi Energi

Green Building sering mencakup langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi energi – baik energi yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, seperti kondisi bangunan yang segi mudahnya angin dan sinar matahari yang mudah masuk kedalam bangunan.. Selain itu selain segi operasional, segi pelaksanaan juga harus diperhatikan. Studi LCI US Database Proyek bangunan yang menunjukkan dibangun dengan kayu akan menghasilkan energi pempuangan yang lebih rendah daripada bangunan gedung yang bahan bangunannya menggunakan dengan batu bata, beton atau baja.

Untuk mengurangi penggunaan energi operasi, penggunaan jendela yang se-efisiensi mungkin dan insulasi pada dinding, plafon atau tempat masuknya aliran udara ke dalam bangunan gedung. Strategi lain, desain bangunan surya pasif, sering dilaksanakan di rumah-rumah rendah energi. Penempatan jendela yang efektif (pencahayaan) dapat memberikan cahaya lebih alami dan mengurangi kebutuhan penerangan listrik di siang hari.

Efisiensi Air

Konsep green building juga memperhatikan mengenai penggunaan air. Sekarang, banyak konsep desain rumah yang mengabaikan tentang penggunaan air. Mostly, rumah-rumah mengandalkan penggunaan air tanah yang berasal dari sumur dangkal ataupun dalam tanpa memberikan maasukan tambahan air kepada tanah yang berakibat turunnya permukaan air tanah dan turunnya permukaan tanah permukaan. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuat penyimpanan atau memberikan asupan air kepada tanah di lingkungan yang ada disekitarnya. 

Solusinya yaitu dengan membuat tandon air penadah hujan di bawah tanah atau membuat sumur resapan penadah air hujan. Sistem penadah hujan yang mana ketika air turun di atas bangunan gedung yang kemudian direkayasa sedemikian rupa sehingga direncanakan air akan berkumpul pada satu tempat dan dialirkan menuju sumur resapan untuk menghindari terjadinya penurunan permukaan air tanah.

Efisiensi Material

Berbicara mengenai bangunan maka akan menjurus kepada penggunaan material yang ada. Hal ini ada hubungannya dengan efisiensi dari desain struktur. Selain struktur, segi arsitektural juga diperhatikan seperti penggunaan dinding yang terlalu tebal, penggunaan material yang berat yang memberikan efek pada kekuatan struktur yang lebih dll. Sehingga semakin banyak material yang digunakan maka akan memberikan efek kepada pengeluaran dana, impact terhadap lingkungan, pengeluaran energi dalam konstruksi, dll.



Sumber Referensi :