Konservasi
adalah pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata
memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Istilah
konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari
International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal
dengan Burra Charter. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan
pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan
untuk pemanfaatan lebih lanjut. Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak
hanya dipertahankan keaslian dan perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai
ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas.
Konsep
pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan
tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi
pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi
yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan
ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multidimensi dan disiplin, serta
berkelanjutan. Dan pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan pusaka budaya
masa mendatang (future heritage), seperti kata sejarawan bahwa sejarah adalah
masa depan bangsa. Masa kini dan masa depan adalah masa lalu generasi
berikutnya. Bentuk-bentuk dari kegiatan konservasi antara lain :
1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas)
ialah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi
sebelumnya dengan menghilangkan tambahan- tambahan atau merakit kembali
komponen eksisting menggunakan material baru.
2. Restorasi(dalamkonteks terbatas) ialah
kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya
semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk
arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis
bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).
3. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah
kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan
memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.
4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas)
ialah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan
keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar kelayakan
fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
5. Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah
semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal
ini termasuk pemeliharaan dan mungkin(karena kondisinya) termasuk tindakan
preservasi,restorasi,rekonstruksi,konsoilidasi serta revitalisasi. Biasanya
kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.
7. Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk
membangun kembali dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang
hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau
keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan
menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan
bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut layak fungsi dan memenuhi
persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
8. Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang
menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau
melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan
tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah
stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan
terhadap kekuatan struktur.
9. Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang
bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial,
dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat
sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya
aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami
penurunan produktivitas. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata
Perkotaan dan Tata Pedesaan).
10. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau
memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk
aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa
dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref.
PP.36/2005). Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan gedung dan lingkungan cagar
budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya
secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.
Keadaan
eksisting bangunan tua di kawasan Menteng masih terjaga dan dirawat sampai saat
ini, tidak ada bangunan yang dirubah wajahnya hanya dilakukan perbaikan saja
seperti bentuk semula dan dilakukan pengecatan pada bagian bangunan yang usang.
Bangunan kawasan Menteng yang masih terlihat jelas masa lalunya dan terawat
diantaranya yaitu Masjid Cut Mutia, Gedung Joeang 45, Museum Perumusan Naskah
Proklamasi, Gereja St. Theresia, dan Gereja GPIB Jemaat Paulus. Bangunan ini
merupakan bangunan bersejarah dimasanya telah dibangun cukup lama dan masih
terlihat seperti mulanya sehingga bangunan ini perlu dijaga dan dirawat.
Eksisting Kawasan Menteng |
Bangunan-bangunan
yang berdiri di kawasan Menteng dibangun pada masa penjajahan dan
kolonialisasai Belanda dan merupakan kawasan yang dijadikan perumahan bagi
pegawai kolonial Belanda sehingga bangunan di kawasan ini dirancang seelegan
dan spesail dengan gaya yang terkenal di masanya yaitu gaya arsitektural klasik
Indis atau Hindia Klasik atau disebut juga “Indo-Eropa” terdapat campuran
budaya eropa dan Indonesia.
Berdasarkan
arahan RTBL maka pada pekerjaan Desain kawasan menteng ini akan melanjutkan
beberapa hal penting dan memilih spot-spot kawasan dimana yang akan menjadi
prioritas penanganan pada pembangunan tahap pertama, dan kemudian pembangunan
pada tahap-tahap selanjutnya.
Konsep Desain Tata Guna Masa
Bangunan
Skenario
Konsep Desain Tata Masa Bangunan Berdasarkan Pemanfaatan dan pengembangan
bangunan konservasi, diarahkan kepada pengembangan Wisata Budaya, Wisata Agro,
yang berpedoman kepada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Fungsi Bangunan Konservasi di
kawasan Menteng, yang terdiri dari :
1. Masjid Cut Mutia
2. Gedung Joang 45
3. Museum Perumusan Naskah Proklamasi
4. Gereja St. Theresia
5. Gereja GPIB Jemaat Paulus
Konsep Zonasi Kawasan
Zonasi dijabarkan ke dalam dua
pemikiran kerangka besar , yaitu : Lingkungan Alam atau Zona Dinamis Dan
Lingkungan Buatan atau Zona Statis. Zona Dinamis terdiri dari zona Penyangga
dan zona pengembangan. Zona Statis terdiri dari zona inti
a. Zona Inti
Zona Inti merupakan kawasan yang
termasuk dalam zona statis. Dimana pada kawasan ini dan kawasan yang di
preservasi kawasan cagar budaya. Pada kawasan ini diperlukan suatu tata
lingkungan sebagai daya dukung kawasan inti.
b. Zona Penyangga
Zona penyangga merupakan kawasan
yang termasuk dalam zona Dinamis. Dimana pada kawasan ini merupakan kawasan
untuk mencover kawasan inti. Kawasan ini perlu penataan bangunan dan lingkungan
permukiman sebagai sirkulasi acces ke kawasan Setu Babakan
c. Zona Pengembangan
Zona pengembangan merupakan
kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan yang dapat menampung kebutuhan
dari sarana dan prasarana. Maka kawasan pengembangan ini perlu di perhatikan
karena kawasan ini nantinya juga sebagai kawasan wisata bagi masyarakat yang
memerlukannya.
Konsep Sirkulasi Kendaraan Dan
Pedestrian
- Areal zona inti solusi desain 1(Masjid Cut Mutia)
Merupakan pengembangan yang
berada di lokasi sekitar Masjid cocok
untuk areal parkir dan pengembangan lokasi PKL dan fasilitas lainnya.Namun
harus dikonfirmasi dahulu untuk dijadikan kawasan pengembangan dan Perlu penataan
yang menyeluruh terhadap kawasan tersebut, meliputi perencanaan parkir dan
areal PKL, service area seperti kantin, toilet umum, dan lain-lainnya. dan
pedestrian harus dibuat dari bahan yang materialnya menyerap air, seperti
conblok.
- Areal zona inti solusi desain 2 (Gedung Djoang 45)
Merupakan lokasi pengembangan
yang berada di lahan kosong milik penduduk yang sekarang ini kondisi tak
terawat. Pada lokasi ini baik direncanakan sarana dan prasarana PKL, ruang terbuka/plaza, areal parkir, area service, dan kios
cendramata. Namun permasalahannya adalah lahan ini milik penduduk setempat, dan
tidak di ketahui pemilik aslinya. Jalan, gang, dan pedestrian harus dibuat dari
bahan yang materialnya menyerap air, seperti conblok.
- Areal zona inti solusi desain 3(Museum Peumusan Naskah Proklamasi)
Merupakan pengembangan yang
berada di lokasi sekitar museum yang
cocok untuk areal parkir dan pengembangan lokasi PKL dan fasilitas
lainnya.Namun harus dikonfirmasi dahulu untuk dijadikan kawasan pengembangan
dan Perlu penataan yang menyeluruh terhadap kawasan tersebut, meliputi
perencanaan parkir dan areal PKL, service area seperti kantin, toilet umum, dan
took cendramata. dan pedestrian harus dibuat dari bahan yang materialnya menyerap
air, seperti conblok.
- Areal zona inti solusi desain 4 (Gereja GPIB Jemaat Paulus)
Merupakan lokasi pengembangan
yang berada disekitar Gereja yang cocok untuk daerah pengembangan Pada lokasi
ini baik direncanakan sarana areal parkir, area service, dan kios cendramata,
dan took buku rohani, dan pedestrian harus dibuat dari bahan yang materialnya
menyerap air, seperti conblok.
- Areal zona inti solusi desain 5 (Dewan Harapan Nasional 45)
Merupakan lokasi pengembangan
yang berada di sekitar bangunan, Pada lokasi ini baik direncanakan sarana dan
prasarana PKL, ruang terbuka/plaza, areal parkir, area service, dan kios
cendramata. Jalan, gang, dan pedestrian harus dibuat dari bahan yang
materialnya menyerap air, seperti conblok.
Sumber :
http://albertus-konservasi-arsitektur.blogspot.co.id/2013/07/kawasan-menteng.html
https://debbychintyatari.wordpress.com/2016/03/05/konservasi-kawasan-menteng-jakarta-pusat/
https://nuryuwandalinda.wordpress.com/2016/06/30/konservasi-arsitektur-kawasan-menteng/